Sabtu, 12 Januari 2013

MAKALAH KNOWLEDGE MANAGEMENT “KOMUNITAS PRAKTIK DAN TIM VIRTUAL”


BAB I
PENDAHULUAN


1.1.LATAR BELAKANG
Kita ketahui bahwa sebenarnya sejak dulu teknologi sudah ada atau manusia sudah menggunakan teknologi. Seseorang menggunakan teknologi karena manusia berakal. Dengan akalnya manusia ingin keluar dari masalah, ingin hidup lebih baik, lebih aman dan sebagainya. Perkembangan teknologi terjadi karena seseorang menggunakan akalnya untuk menyelesaikan setiap masalah yang dihadapinya dan tentu berdampak bagi seluruh makhluk hidup. Salah satunya adalah dampak terhadap sumber daya manusia.


1.2.TUJUAN
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dampak dari perkembangan IPA dan teknologi terhadap sumber daya manusia.

BAB II
PEMBAHASAN KOMUNITAS PRAKTIK DAN TIM VIRTUAL
2.1.Komunitas Praktik
Komunitas praktik di sini, yaitu suatu tim yang sama sekali berbeda dengan tim yang dikenal selama ini, namun peranannya dalam beberapa aktivitas manajemen pengetahuan cukup signifikan.
Komunitas praktik berbeda dengan tim yang dibentuk oleh manajemen karena tidak memilki batas waktu, namun memiliki sesuatu yang yang lebih spesifik untuk dicapai. Anggota-anggotanya biasanya bersifat informal dan proses seleksinya dilakukan sendiri oleh komunitas tersebut. Hubungan diantara mereka lebih didasarkan atas pertemanan atau keanggotaan bersama. Selain itu, komunitas praktik ini dapat berfungsi mendukung proses pekerjaan organisasi secara langsung, yaitu dengan dimungkinkannya anggota tim berbagi pengalaman mengenai pekerjaannya, dan memahami pekerjaannya dengan lebih baik, berbagi pengetahuan yang dilengkapi dan difasilitasi oleh norma-norma timbal balik serta adanya tingkat kepercayaan yang lahir di antara mereka.
Cara yang dapat ditempuh oleh pihak manajemen sehingga keberadaan komunitas praktik ini menjadi modal organisasi baik dalam kegiatan proses penciptaan pengetahuan, pentransferan pengetahuan, maupun untuk menambah stok pengetahuan organisasi, yaitu dengan identifikasi komunitas praktik yang dianggap dapat memengaruhi  sasaran penting organisasi. Untuk mendapatkan pemahaman mengenai apa yang dimaksud  dengan  komunitas praktik, sebelumnya alangkah baiknya  kita mengemukakan beberapa definisi tentang komunitas praktik (communities of practices/CoP). Komunitas praktik menurut Wenger dan Snyder (2000) didefinisikan sebagai kelompok orang yang memiliki perhatian yang sama, sejumlah masalah, atau ketertarikan akan satu topik, ingin mendalami pengetahuan dan keahliannya dengan cara berinteraksi di dalam dasar yang sama. Namun, satu hal yang menarik bahwa komunitas ini tidak memiliki agenda khusus yang ditentukan, batas waktu keberadaan kelompok, serta akuntabilitasnya.
Menurut Gamble & Blackwell (2001), komunitas praktik merupakan sekumpulan individu yang diikat oleh hubungan informal, yang memiliki peran kerja sama di dalam suatu konteks yang umum. Ia merupakan kelompok yang bersama-sama secara sukarela berkelompok untuk satu tujuan yang sama, memiliki anggota yang mengenali  diri mereka satu sama lain sebagai bagian dari  satu komunitas, terlibat di dalam aktivitas dengan anggota dan komunitas lain, berinteraksi untuk batas waktu yang tidak ditentukan.
Komunitas praktik merupakan sutu jaringan orang-orang yang berbagi kepentingan bersama dalam  satu bidang pengetahuan atau kompetensi tertentu dan memiliki keinginanan utnuk bekerja dan belajar bersama dalam periode waktu tertentu untuk mengembangkan dan berbagi pengetahuan, sebuah kelompok dimana anggota-anggotanya secara regular belajar bersama, berbagi informasi dan pengetahuan. Komunitas ini, bila diamati lebih dalam ternyata merupakan satu kelompok yang ada  di dalam organisasi namun bukan bagian dari infrastruktur dan kelompok formal organisasi, di mana keberadaannya diatur secara secara formal dan terikat oleh aturan-atutran organisasi. Kelompok ini tidak dapat diberi sanksi oleh manajemen karena dia terbentuk di luar organisasi. Muncul secara spontan dan bertanggung jawab hanya pada diri mereka sendiri.
Aktivitas komunitas praktik ini dilakukan melalui pertemuan-pertemuan yang mungkin sebelumnya tidak direncanakan, namun keinginan mereka untuk bertemu didasarkan atas kesamaan kepentingan dan tantangan yang sama. Komposisi anggota komunitas ini dapat berubah dari minggu ke minggu, tergantung pada jadwal karyawan, tanggung jawab proyek , dan berbagai kegiatan lainnya. Walaupun komunitas ini tidak dapat didikte oleh manajemen, pihak manajemen dapat memberikan fasilitas bagi komunitas praktik tersebut dalam berbagai aktivitasnya, misalnya  dengan  menawarkan ruang pertemuan, mengelola aktivitas mereka di mana anggota-anggotanya dapat membuat jaringan dan berbagai ide-ide serta berdiskusi apa yang bagian departemen lain sedang lakukan. Selain itu, manajemen juga dapat memublikasikan profil dari deskripsi proyek  di dalam newsletter sebagai informasi bagi karyawan lain untuk selanjutnya dapat disinergikan dengan proyek lainnya.
Para penganjur manajemen pengetahuan percaya bahwa komunitas praktik merupakan kontributor utama untuk menyebarkan informasi di dalam organisasi, dan bahkan sering kali menjadi tulang punggung setiap program manajemen pengetahuan. Komunitas ini bisa produktif dalam kegiatan berbagi dan pentransferan pengetahuan kepada sesama karyawan karena beberapa alasan: pertama, mereka menggambarkan informasi yang akan dibagi ke dalam cara-cara yang lebih menarik. Bentuknya berupa cerita-cerita yang penuturannya berurut, mulai dari awal hingga akhir (storytelling).
Kedua, mereka menyajikan informasi di dalam satu cara di mana orang lain turut bersimpati dengan menilai kembali situasi yang mungkin cerita tersebut memiliki relevansi dengan diri mereka. Ketiga, informasi tersebut sangat pribadi karena dirasakan langsung oleh si pemilik cerita.
Keberadaan komunitas praktik di dalam perspektif manajemen pada dasarnya mampu memperjelas batas kontrol manajemen karena komunitas ini bersifat kesukarelaan, tergantung kepada kepentingan dan komitmen anggotanya. Komunitas ini memberi pemahaman bahwa terkadang pengetahuan sulit terbagi karena aturan dan prosedur maupun target yang sudah ditentukan oleh organisasi. Oleh karena itu, komunitas tersebut  memberi gambaran kepada manajemen bahwa pengetahuan dapat disebarkan melalui cara-cara bercerita, jokes, dan anekdot, di mana melalui cara-cara tersebut pencerahan dapat diperoleh karyawan.
2.1.Tim Virtual
     Tim virtual (virtual team) pada dasarnay menyerupaui komunitas online, tetapi memiliki beberapa perbedaan. Komunitas secara khusus biasanya dibentuk oleh mereka yang terlibat di dalam komunitas tersebut, di mana tim biasanya dibentuk oleh pihak manajemen untuk mencapai tugas tertentu. Keberadaan komunitas juga cenderung bersifat sementara. Keanggotaan dan kegiatatannya berakhir setelah kepentingan anggotanya berubah. Tim virtual justru sebaliknya. Keberadaannya sangat tergantung dari keinginan mereka. Tim biasanya dipahami sebagai sekelompok orang yang secara bersama-sama  bertanggung jawab dalam pencipotaan produk, memberikan pelayanan, atau menjalankan satu misi. Tim virtual dibuat berdasarkan karena pertimbangan geografis, fungsional atau secara organisasi orang-orangnya berbeda. Aktivitasnya hampir seluruhnya difasilitasi oleh teknologi sebagai alat mereka berkomunikasi, berkoordinasi, dan bekerja sama.
Beberapa teknik manajemen dapat dilaksanakan untuk dapat bergeser dari sistem rentang kendali ke lintas waktu dan ruang dalam hal ini dijelaskan oleh Frank Ostroff dan Douglas Smith dalam artikelnya “The Horizontal Organization, 1992”. Menurut mereka, organisasi horizontal adalah proses bisnis dan alur kerja yang diarahkan kepada kebutuhan akhir dari dari pengguna: pelanggan, pemasok, distributor dan lain-lain. Tidak setiap operasionalisasi dalam organisasi harus berbentuk horizontal organisasi, tetapi bentuk tersebut harus selalu dipertimbangkan  ketika pengguna  akhir jelas dapat dikenali. Penulis memberi rekomendasi sebagai berikut.
1.      Kelola seluruh proses, bukan hanya tugas.
2.      Hierarki yg berbentuk flat dikombinasikan dengan tugas-tugas yang menmiliki kaitan.
3.      Serahkan proses dan kinerja proses kepada tim.
4.      Kaitkan kinerja dan evaluasi kepada kepuasan dari pengguna akhir.
5.      Pastikan bahwa tim memiliki kemampuan, tanggung jawab, dan kewenangan membuat keputusan.
6.      Pusatkan perhatian pada pembangunan tim: multitugas, multikompetensi, lintas pelatihan, gunakan keterampilan pendukung, pelatihan, pendidikan, peningkatan pengetahuan, dan keterampilan harus menjadi proses yang berlangsung secara terus menerus sebagai bagian  integral dari setiap pekerjaan.
7.      Maksimalkan kontak dengan dunia luar.
8.      Hargai kinerja tim, bukan kinerja individual.
Dalam dunia bisnis yang kompleks seperti saat ini, multitalenta dari seorang karyawan sangat dibutuhkan sehingga pihak manajemen sudah saatnya memikirkan untuk membentuk tim yang hibrid dan menjangkau berbagai karyawan serta kelompok lintas organisasi. Tim hibrid ini terdiri fari anggota-anggota yang memliki lebih disiplin atau oprasional perusahaan
Tim virtual dapat menggunakan teknologi untuk mempercepat proses pemahaman mengenai siapa, apa, di mana, mengapa, dan kapan dari suatu situasi. Dengan sarana yang dimiliki, mereka dapat mengkoordinasi aktivitas respon  yang cepat terhadap isu-isu yang muncul lintas waktu dan ruang.
Hal terpenting bagi organisasi, yaitu bagaimana anggota tim beserta asetnya dapat berhubungan atau terkait satu sama lain sehingga tindakannya efektif. Teknologi yang
memungkinkan interaksi secara online lebih merupakan seperangkat alat. Alat ini merupakan seperangkat alat. Alat ini untuk mengaitkan pelaksanaan pekerjaan sehingga menyerderhanakan seluruh proses kerja dan memperbaiki waktu yang dibutuhkan dalam bekerja. Beberapa keterampilan penting untuk berkolaborasi secara online antara lain:
1.      membuka dan menyelesaikan asumsi-asumsi yang dapat menimbulkan konflik;
2.      menyatakan harapan kinerja di antara anggota tim dan juga antartim dan kepemimpinan tim dalam teminologi yang melahirkan dukungan daripada penentangan;
3.      membedakan antara apa yang sesuai di dalam perjanjian dan yang tidak sesuai;
4.      mengenali pengetahuan yang dibutuhkan oleh tim dan gambarkan bagaimana mengakses pengetahuan yang tim tidak miliki pada saat itu;
5.      mengakuisisi isu-isu polotik yang dibutuhkan untuk diselesaikan di dalam tim dan antartim serta potensi pendukung;
6.      menentukan hubungan tim yang dibutuhkan untuk sukses, baik antaranggota tim maupun individu dan keompok luar;
7.      memilih dan mengkomunikasikan berbagai jenis informasi yang tidak perlu dan yang berguna untuk memelihara hubungan kerja yang efektif dan agar setiap orang dapat memperbaharui informasi yang dimiliki.
Salah satu tantangan yang dihadapi oleh tim virtual ini, yaitu masalah identitas karena mereka dibangun atas dasar organisasi atau secara geografis berbeda.
Selain masalah identitas, anggota tim juga perlu mengetahui peran dan tujuannya di dalam tim. Jika persoalan ini telah diselesaikan, selanjutnya pihak manajemen perlu mengembangkan rasa saling percaya di antara mereka. Tim perlu mengembangkan jawaban dari pertanyaan berikut.
1.      Apa yang harus mereka ikutsertakan dalam usaha kerja sama tersebut?
2.      Apa hubungan yang dibutuhkan untuk menciptakan dan dipertahankan agar dapat bekerja sama secara efektif?
3.      Bagaimanakah kita menciptakan dan memelihara perasaan sekomunitas dan keterhubungan, sementara kita terpisah karena waktu maupun ruang?
4.      Bagaiamanakah merekatkan talenta kita ke dalam tim dengan cara yang terbaik, dan tahu kapan tim lain ditambahkan talenta bila mereka membutuhkannya?
5.      Tugas apa yang diberikan kepada kita? Bagaimana caranya kita menyesuaikan diri sementara gaya kita berbeda-beda?
6.      Apa harapan kita mengenai bagaimana kita bekerja sama dan saling merespons?
7.      Bagaimana kemampuan individual kita berpengaruh kepada kemampuan kolaborasi dalam satu tim?
8.      Di mana kesenjangan itu ada dan bagaimana kita menutup kesenjangan tesesebut?
Secara pribadi aspirasi mereka juga perlu diakomodasi  seperti adanya kebutuhan sense of achievement, ingin berkembang, ingin mengetahui apa yang terjadi dan apa yang dibutuhkan jika terjadi sesuatu di masa depan. Membangun rasa saling percaya antartim dapat dibentuk dengan: membangun mental images antara satu dengan yang lain; menyetujui sasaran bersama; mengenali nilai-nilai bersama dan menegosiasi dasar protokol.
1.      Mental Images
Seperti diketahui bersama, ketika dua orang bertemu pertama kali biasanya masing-masing pihak ingin mengetahui siapa orang tersebut, paling tidak ingin mengetahui siapa nama, pekerjaannya, histori tujuan dan harapan-harapannya.
2.      Commons Goals
Kebanyakan tim berangkat dengan satu tujuan yang diupayakan untuk diubah menjadi sesuatu yang memberi manfaat kepada organisasi.
3.      Shared Values
Kode etik akan memberikan anggota tim virtual memiliki perasaan yang sama mengenai dari mana mereka berasal dalam teminologi nilai.
4.      Basic Protocols
Untuk dapat saling memercayai antara anggota tim, mereka harus dapat menyatakan secara eksplisit apa yang sebenarnya mereka harapkan antara satu dengan yang lainnya.
Seluruh harapan di atas mewakili pertanyaan resmi berdasarkan asumsi mengenai bagaiaman anggota tim bekerja sama. Namun demikian, minimal jalan bagi tim virtual harus menunjuk pada pertanyaan-pertanyaan berikut:
a)      Apa informasi yang harus dibagi oleh tim, dan bagaimana melakukannya?
b)      Apa arti peran serta tim?
c)      Bagaimana tim mengelola alur diskusi?
d)     Berapa banyak waktu yang dialokasikan oleh setiap anggota tim?
e)      Apa nama pertemuan yang harus mereka gunakan sebagai tim sehingga mereka dapat mengelola dan menemukan materi yang dapat dibagi kepada tim lain?
f)       Apa prosedur pengumuman yang harus digunakan sehingga kita tetap berada pada halaman yang sama dengan informasi yang ada?
g)      Apa cara yang dapat diterima bagi kita untuk menyesuaikan konflik atau ketidaksepahaman, dan apa cara yang tidak dapat diterima oleh kedua belah pihak?

BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Kesuksesan pelaksanaan manajemen pengetahuan dalam oerganisasi banyak ditentukan oleh kondisi dan interaksi sosial yang terjadi di dalam organisasi. Keberadaan berbagai macam kelompok atau komunitas dalam organisasi seperti komunitas praktik dapat menjdi modal sosial organisasi.
Selain komunitas praktik,terdapat juga satu bentuk komunitas dalam organisasi yang keberadaanya dapat memberi sumbangsih kepada organisasi dalam hal berbagi pengetahuan dan mangakuisisi pengetahuan.
Timvirtual dibentuk karena pertimbangan letak geografis, fungsional, atau karena secara organisasional orang-oranya berbeda. Cara mereka berkomunikasi, berkoordinasi, bekerja sama difasilitasi oleh alat komunikasi sehingga komunitas lebih merupakan komunitas online.